
Salah satu kasus gender equity yang diangkat kali ini adalah sosok Suciwati, mantan istri almarhum Munir. Beliau menolak untuk diwawancarai di media televisi karena beliau dituntut untuk meneteskan air mata ketika menceritakan kejadian yang beliau alami. Anggapan bahwa janda yang ditinggal suami ini haruslah dalam keadaan sedih dan sulit, tetapi Suciwati memilih menjadi wanita yang tegar. Tidak ada yang salah menjadi wanita yang kuat, tetapi media berusaha membangun konstruksi realita di dalam benak mengenai apa yang se”harus”nya dirasakan Suciwati.
Hal lain yang membuat media selalu melakukan eksplorasi gender adalah baik pemilik modal maupun pengiklan masih menggangap bahwa yang layak jual dan laris di pasaran adalah ekspolitasi terharap perempuan. Bahasa seksist pun kerap muncul. Berita pemerkosaan kerap dituliskan bahwa korban pemerkosaan berpakaian seksi, faktanya 60% kasus pemerkosaan dilakukan oleh orang-orang terdekat dan sudah direncanakan jauh sebelumnya. Tetapi yang lebih ditekankan oleh media adalah pakaian wanita yang seksi dimana tolak ukur seksi pun masih belum jelas.
Beginilah realita media kita saat ini, subjektivitas penulis banyak berperan dalam konstruksi pemberitaan. Selain itu, faktor internal maupun eksternal kerap menuntut terjadinya pemberitaan yang tidak seimbang. Melihat hal ini, perubahan harus dilakukan. Merubah presepsi yang ada di tengah masyarakat, pemberitaan terhadap kaum hawa, peningkatan objektivitas dalam menyusun kerangka berpikir. Semoga kelak gender equity dapat terealisasikan di media.
Daftar Pustaka :
1. Ringkasan mata kuliah kapita selekta 31-08-2010 (Bpk Ahmad Djunaidi)
2. http://www.google.com/
3. http://www.yahoo.com/